Legenda Kota Simo, Boyolali

      Simo adalah desa yang sekarang mejadi Ibu Kota  Pembantu Bupati untuk wilayah Simo. Terletak ditengah-tengah daerah Kabupaten Boyolali, nama desa tersebut telah banyak dikenal orang jauh, baik dari golongan pejabat, pedagang, petani dan lain-lain. Biasa disebut Simo Walen, namun sebenarnya Simo Walen adalah nama dari sebuah desa yang berjarak sejauh 4 km, ialah Simo terletak disebelah timur dan Walen terletak disebelah barat.
Dengan nama Walen dirangkai dengan Simo itulah pada masa lalu, Simo lebih dikenal orang-orang jauh. Walen berarti tempat wali, banyak pendatang yang berziarah ketempat itu.
Simo sekarang lebih dikenal orang lagi, karena memang Simo daerah pedalaman yang banyak mengalami peristiwa dan kemajuan, antara lain : sebelum kemerdekaan daerah Simo menjadi daerah Perkebunan Karet yang dikepalai seorang Administratur, sehingga Simo menjadi daerah yang ramai.
Pada tahun1948/1949 Simo menjadi tempat gerilya para pasukan pejuang Kemerdekaan, karena saat itu desa Simo diduduki oleh tentara kolonial Belanda.
Justru Karena Simo jauh dari kota ramai, maka masyarakat Simo sendiri berusaha maju dengan dibangunnya jenis-jenis Sekolah: SD, Madrasah, SMP, SMA, PGA, SMEA, SPG, dan STM. Baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun usaha dari para Yayasan Swasta, sehingga Simo menjadi Desa Pelajar.
Karena kemajuan lalu-lintas, Simo menjadi perempatan jalan:
       *Simo-Kalioso-Solo
       *Simo-Bangak-Boyolali
       *Simo-Ampel-Salatiga
       *Simo-Klego-Andong
       *Simo-Bangak –Kartasura

Makin banyak didatangi orang jauh dengan kendaraan bermotor.Pasar Simo, penggilingan padi , PLPM(sekarang SKB) adalah factor pendorong kemejuan Simo, selain pendidikan. Tetapi bagaimana Simo yang dulu?Yang lebih terkenal dengan Simo Walen.Dan mulai kapan tempat itu disebut orang “SIMO”? Pertanyaan itu akan dijelaskan melalui Legenda Rakyat seperti yang tersusun oleh pengumpul cerita ini.

BAB II

DEMAK DAN PENGGING


      Pada abad ke-16, setelah Sultan Syah Alam Akbar (Raden Patah) dan putranya Adipati Unus wafat, yang bertahta sebagai pengganti adalah  putranya yang muda dari Raden Patah  yang bernama Pangeran Trenggono atau Sultan Trenggono yang disebut pula Sultan Bintoro.
Pada abad itu kerajaan Demak masih dikatakan muda, karena memang baru berdiri setelah kerajaan Majapahit runtuh , wilayah yang dulu diperintah kerajaan Majapahit itu , tidak semuanya dengan mudah dapat dipersatukan dengan kerajaan Demak. Perbedaan itu/faham kuno dengan Islam berpengaruh besar pada stabilisasi negara, ini diantaranya  Kadipaten Pengging yang dikuasai oleh Adipati Handayaningrat(Kebo Kenanga) keturunan dari Raja Majapahit.
Sultan Trenggono mengetahui bahwa Adipati Pengging ada gejala-gejala akan memisahkan diri dari Demak ini ternyata didalam beberapa kali persidangan  di Kraton Demak, ia tidak kunjung dating.  Melihat gejala demikian Sultan Trenggono  mengadakan penyelidikan ke Pengging. Bagaimana yang terjadi di Pengging? Ternyata Adipati Pengging telah menyiapkan dan memperkuat diri untuk menghadapi segal kemungkinan dari Demak.
Pada benak sultan Trenggono menganggap bahwa Pengging belum mempunyai kekuata besar, namun Pengging tidak cukup didiamkan, karena sikap Adipati itu akan membahayakan kerajaan Demak d idalam mempertahankan wilayah dan kekuasaan. Maka Sultan akan menyelidiki lebih lanjut sampai dimana dan bagaimana sebenarnya niat Adipati Pengging itu.

BAB III

TERHENTI DI TEPI SEGARAN


      Untuk mengatasi Adipati Pengging, maka Sultan Treggono pribadiberangkat ke apengging dengan pasukan perangnya dan para manggalajurit. Adapun perjalanan Sultan Trenggono memilih jalan yang memintas dan pasukan yang menyertai tidak begitu besar. Perjalanan waktu itu melalui hutan-hutan belukar. Mungkin ini suatu siasat Sultan agar tidak mudah diketahui oleh adipati Pengging, tetapi mudah mencapai tujuan yang dimaksud.
Setelah tiga hari perjalanan itu dari Demak kearah selatan dengan turun naik pegunungan dan keluar masuk hutan  yang sampailah perjalanan Sultan didaerah Pegunungan Kendeng tengah yang belum dikenal oleh pasukan dari Demak. Dalam perjalanan itu pasukan baru saja menuruni pegunungan kearah selatan sampailah  disitu tempat dataran rendah. Terhalanglah perjalanan itu pada suatu paya-paya(tanah yang tergenang Air)yang membentang agak luas. Bentangan air itu orang mengatakan segaran( segara=laut ), ialah ada yang membentang seperti laut.
Disitulah Sultan dan pasukannya beristirahat, menurut perhitungan perjalanan  itu telah mendekati daerah ;lawan yakni Pengging.disitulah timbul pemikiran baruantara lain:
-          Bagaimana cara mengatasi( menyebrangi ) segaran itu ?
-          Bagaimana untuk mengatur siasat untuk menuju sasaran yang tepat?
-          Perlu memperoleh informasi dan petunjuk untuk dapat memasuki daerah lawan.
       Dalam istirahat mereka meletakkan senjata parangnya ditepi segaran , tidak lupa benda wasiat (canang) dari Demak yang disebut dengan Kyai Bercak, digantungkan pada sebuah pohon Duwet(nama tumbuhan yang berbuah bulat telur sebesar jari orng dewasa, jika buah itu masak berwarna merah tua dapat dimakan dan terasa manis dan sepet)ditepi segaran itu digunakan untuk pesanggrahan.
Titah Baginda kepada Manggalajurit, “Hai manggala, kebetulan perjalanan kita seperti diingatkan kita hampir mendekati daerah lawan (Adipati Pengging). Bukankah Pengging terletak dsebelah selatan Gunung Kendeng?
Jawab Manggalajurit, “Betul Gusti,bagaimana maksud Tuanku?
Maka Sultan segera memerintahkan utusan ke Pengging untuk menyelidiki kekuatan Adipati Pengging  dan ternyata Kebo Kenongo (Handayaningrat) telah memperkuat diri. Telah dibuat olehnya bangunan seperti kerajaan. Menanam beringin kembar dihalaman Kadipaten , danmembangun benteng perkasa menunjukkan bahwa Kadipaten Pengging seolah-olah menyamai kerajaan besar.
Dengan keterangan utusan tersebut, Baginda bersabda pada hamba,”Kita disini orang baru, belum mengenal keadaan daerah, mungkin diluar hutan ini ada suatu dusun , dan orangnya mungkin telah terhasut oleh Adipati Pengging “.
Sahut Manggalajurit,”Benar Gusti, maka kita perlu mendapat petunjuk dari orang sekitar hutan ini bagaimana tuanku harus bertindak”.
Perintah Sultan, Manggalajurit carilah orang pintar disekitar ini, orang suci yang sekira tidak menjebak kita. Baiklah kau menuju kebarat, jadi tidak menyebrangi segaran ini.
.Dan jangan lupa manggala banyak-banyak berlatih perang.Berangkatlah sementara manggalajurit pergi kearah barat.

BAB IV

DUSUN WALEN

Dari segaran kebarat, diantara sela-sela hutan terdapatlah sebuah pondok ditepi hutan
Dihuni seorang alim bernama Kyai Singoprono. Kyai tersebut adalah keturunan keluarga Raja Majapahit , yang akhirnya menjadi ulama dan berilmu tinggi, ia terkenal sebagai seorang yang berjiwa luhur,khusuk ibadahnya terhadap Allah. Adapun pekerjaannya selain bercocok tanam  selalu berbelas kasihan dengan sesama hidup. Karena ketinggian ilmu dan martabatnya itu orang mengatakan tataran hidupnya setingkat wali( ingat akan wali-wali penganjur agama Islam jaman kerajaan  Demak). Adapun dusun temat tinggal Kyai Singoprono tersebut dinamakan orang   Walen yang artinya tempat kediaman Wali.
Akan kemasyuran Kyai Singoprono terdengarlah Manggala dari Demak. Dengan sangat hati-hati manggala menyelidiki perilaku Kyai Singoprono.
Setelah manggala yakin kediaman  Kyai Singoprono di Walen itu, segera melaporkannya kepada Baginda Raja.

BAB  V
SEORANG PENGEMIS

Berjalanlah seorang pengemis yang berpakaian compang-camping ,jalannya terhuyung-huyung , kakinya nampak pincang, tangan kanannya memegang tongkat penopang tubuh, tangan kiri mengempit sebuah kantong kosong yang sudah kumal tersandang dibawah ketiak bahukiri, rambutnya kusut, pada kepalanya terikat dengan kain kepala bekas, yang telah tak pantas lagi dipakai orang.
Masuklah pengemis itu kedusun kecil Walen, untuk meminta-minta sedekah sekadarnya. Maka setiap orang yang dihampiri pengemis itu, jawabnya “Mintalah kepada Kyai, ia tentu akan memberi apa yang kau minta”.


                                                                     BAB  VI
                                                   ISTRI YANG KURANG SETIA

      Pada siang hari terik matahari bagaikan memecahkan kepala , orang-orang dari desa biasanya telah pulang dari kerja untuk beritirahat.
    Kyai Singoprono telah pulang dari sawah, seperti biasanya setelah tiba dirumah ia berbincang-bincang dengan istrinya, ia selalu mengatakan syukurnya kepada Allah  atas karunia-Nya yang dilimpahkan kepadanya, segala tanaman sawah ladangnya bias menghasilkan berlimpah ruah.
Tutur Kyai Singoprono kepada istrinya, Nyai kita perlu bersyukur kepada Allah , hasil sawah kita banyak melimpah.
   Berikanlah sebagian dari hasil kita sebagai sedekah kita pada mereka yang membutuhkan pertolongan terutama kepada fakir miskin. Nyai Singoprono menjawab apa kadarnya , seperti layaknya seorang istri yang menerima petunjuk dari suaminya. Maklumlah bahwa suaminya perlu segera dilayani makan siang. Sebentar kemudian siaplah hidangan siang ditempat biasanya Singoprono makan siang bersama istrinya.
   Tiba-tiba baru saja,Kyai Singoprono mencelupkan tangan pada tempat cuci, terdengarlah oleh mereka rintihan dari luar, yang keluar dari mulut pengemis.
    “Kasihani Kyai saya seorang yang kelaparan Kyai ! Saya mohon makan Kyai” Sesaat itu berdirilah Nyai Singoprono dari tempat makan, dengan perasaan gusar lalu mendekat kepada pengemis itu, seraya berkata “Cik, siapa kamu baru dtang minta makan . Ini Kyai baru makan. Jijik kami melihat kau, ayo segera pergi!” Maka pengemis itu menjawab”Nyai, saya minta makan pada Kyai, Nyai”!
Tidak sabar lagi Nyai Singoprono segera masuk kedalam rumah, membungkus nasi segera diberikan kepada tamunya agar lekas pergi.
    “Ini nasi untukmu, ayo segera pergi!”, ujar Nyai Singoprono dengan sikap benci kepada pengemis itu. Jawab pengemis”Tidak Nyai saya minta makan pada Kyai ,Nyai!
    Kyai Singoprono selalu membuntuti terjadinya peristiwa itu dari tempat makannya.Ia tidak jadi makan , melainkan selalu mengamati tamu pengemis itu dengan penuh perhatian. Didalam hatinya ia berkata , istri yang demikian itu kelak tidak pantas menjadi temanku dialam baka.

                                                                   BAB VII
                                             SINGOPRONO DENGAN TAMUNYA


       Kyai Singoprono bangkit dari tempat duduknya dan segera menghampiri pengemis itu degan sikap dan kata-kata yang lemah lembut penuh kasihan seraya berkata,”Wahai saudara ,marilah,mari saudara makan beserta aku. Aku telah sediakan makan dan kebetulan aku hendak makan siang, mari saudaraku makan beserta aku”.
          Pengemis itu menolak dan katanya,”Tidak Kyai saya diluar saja, saya mohon sedekah Kyai, dan makanan sekedarnya Kyai”.
      Berkali-kali dengan sikap lemah –lembut dan ramah ia mintaagar pengemis itu mau masuk kedalam rumahnya dan mau makan bersamanya.Akhirnya pengemis itu menurut kehendak tuan rumah itu dan masuk kedalam rumah.

                                                                   BAB VIII
                                                   RAJA KAMI SRI BAGINDA
       Maka setelah pengemis itu masuk dan diikuti oleh Singoprono, diajaklah duduk bersama di tempat makannya. Dengan sikap sopan ia menawarkan makan, “mari saudara kita makan bersama jangan takut, makanan ini berkah dari Allah yang Maha Penyayang untuk kita bersama”.
          Pengemis itu tetap menolak, tidak mau duduk  di atas kursi, tetap saja jongkok dilantai. Dengan nada takut ia menjawab”Tidak Kyai saya dibawah saja ,beri saja saya sebungkus nasi Kyai”
     Sekarang sudah saatnya Kyai Singoprono mengambil peranan tentang kewaskhitaannya(mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi/tidak tampakoleh mata biasa) sebagai seorang yang bijaksana, maka katanya yang lemah-lembut.”Wahaisaudara, maafkanlah hamba. Maka apa bila tiada keliru penglihatan hamba, sebenarnya tamu hamba ini bukanlah peminta-minta, melainkan Raja kami Sri Baginda Sultan Bintoro.”
   Terkejutlah pengemis itu merasa terjebak dirinya Sultan Bintoro yang berpura-pura sebagai pengemis itu memeluk erat-erat bahu Kyai Singoprono.Kata Baginda , “Wahai Kyai sungguh-sungguh kau bijaksana benar, saya Rajamu Sultan Trenggono.”
      Maka Kyai Singoprono dengan penuh khidmad melayani santapsiang kepada baginda, dan Baginda sangat mengagumi atas kealiman Kyai Singoprono.


BAB IX
SULTAN TRENGGONO DAN SINGOPRONO

Dalam bersantap Sultan Trenggono menceritakan hal ihwal perjalanan beliau dari  demak.Sabda Raja, “Kyai sebenarnya saya dating ini dengan sebagian pasukan Demak, maksud kami hendak ke Pengging, bukankah Kyai tau bahwa Kebo Kenongo telah lama tak mau menghadap ke Demak. Menurut laporan juru sandi(mata-mata) yang telah memeriksa ke Pengging, Adipati Pengging telah siap dengan pasukannya untuk bertahan diri atau mungkin menyerang Demak. Maksudku Handayaningrat akan kudatangi, bila ia sanggup akan kuajak damai, ia kuberi ampun dan tetap aku jadikan Adipati Pengging. Tetapi apabila tidak mau aku ajak damai, Pengging meski kuhancurkan dengan kekuatan senjata.
Jawab Singoprono,”Sultan, hamba tahu bahwa Kebo Kenongo bukan sembarangan orang, layak ia juga orang sakti ketururnan Majapahit dan ia pasti mempunyai senjata yang ampuh. Nanti bila saat telah tiba Kebo Kenongo akan sampai kepada ajalnya. Tetapi bukan sekarang saatnya,pula keberangkatan Sultan ini bukan saat yang jaya.Berkenankanlah Paduka bertangguh dulu dan urungkan dahulu maksud Baginda.
Maka tampak marahlah Baginda Sultan Trenggono mendengar keterangan Singoprono dan timbul perasaan kepada Singoprono. Sambil bersungut Baginda bertanya,”Hai Kyai mengapa kau menghalangi maksudku, bukankah siapa saja yang menentang Raja harus kita tumpas. Ataukah Kyai sebenarnya memihak kepada Kebo Kenongo.
Jawab Singoprono dengan tenang, “Ampun Tuanku hamba menunjukkan  bahwa Kebo Kenongo nanti akan lea disaat yang lain. Tetapi bila Baginda menyerang hari ini, hamba tidak bertanggungjawab. Boleh kiranya Paduka buktikan . Apabila nanti Paduka hendak mengerahkan bala tentara, pukullah canang wasiat Paduka Kyai Bercak. Apabila Kyai Bercak berbunyi lantang, menunjukkan Baginda akan jaya, tetapi apabila canang itu dipukul tidak berbunyi nyaring itu suatu tanda Baginda tidak akan jaya.
Setelah menerima keterangan itu Sultan Trenggono kembali Pesanggrahan di tepi segaran.


BAB X
TERJADINYA MANGGAL

      Pertemuan Sultan Trenggono dengan Kyai Singoprono yang singkat itu membawa kesan yang mendalam bagi Sultan, sambil berjalan beliau memutar-mutar pikiran, jadi atau tidakkah ke Pengging
Seandainya beliau membatalkan maksudnya ke Pengging malulah kiranya seorang raja besar diiringi oleh para manggala akan mundur dari ujar seorang yang mempengaruhi saja.Apabila dilanjutkan jangan-jangan usaha itu mengalami kekecewaan.Lagi pula beliau telah menaruh percaya akan kebijaksanaan kyai Singoprono, sehingga mengetahui diri eliau dalam penyamarannya sebagai pengemis.Atau mungkin memang Kyai Singoprono telah mengikuti Aipati Pengging. Tetapi didalam atinya masih ada satu yang akan dibuktikan  bagaimana nanti bunyi canang Kyai Bercak bila dipukul.
Sedang dalam perang batin demikian , pada perjalana itu tiba-tiba Sultan Trenggono terkejut melihat diarah hadapannya tampak sekelompok prajurit yang lengkap dengan senjata parang, tombak, dantameng.Menurut jenis pakaiannya mereka adalah tentara dari Demak, tetapi mengapa mereka disitu.
Akhirnya sultan mendekati pasukan itu, ternyata mereka adalah  para manggala yang selalu membuntuti rajanya dari belakang. Mereka menunggu Rajanya kembali dari pertemuannya dengan Kyai Singoprono ,sambil berlatih perang.
Sultan bertanya,”Hai manggala mengapa kamu kesini adakah musuh mengetahui kita disini?” Jawab dari salah satu manggala,”Gusti kami menjaga Paduka dari segala kemungkinan sambil berlatih perang,jangan-jangan ada hal yang paduka tidak inginkan”.
Jawab sultan, “Terima kasih ,kalian selalu mengikuti aku, maka ingatlah hai manggala, sebagai peringatan, apabila besok disini dihuni orang, jadilah sebuah desa bernama Manggala dan sifat keperwiraanmu semoga dapat diteladani oleh orang-orang disini.Akhirnya tempat itu hingga sekarang disebut desa Manggal dari kata Manggala dan pada masa lampau di desa itu terdapat orng-orang yang bersifat pemberani.
Sultan dan para pengiringnya segera kembali  ke segaran tempat mereka membuat pesanggrahan semula, karena terdesak waktu luhur(jawa:kesendhu ing wayah) Sultan segera mencari tempat untuk bersembahyang, terdapatlah tempat ditepi sungai.
Sultan bersabda,”Iki wis kesendhu ing wayah(ini sudah terdesak waktu)luhur maka tempati itu aku namakan “Sendhu Wayah”. Tempat itu hingga sekarang dinamakan orang Dhuwayah ialah disebelah timur dari Manggal.


BAB XI
TAFAUL SULTAN TRENGGONO TERJADINYA DESA SIMO

    Setelah bersembahyang Baginda melanjutkan perjalanan kembali ketepi segaran. Disitulah Sultan mengumpulkan semua prajurit. Beliau menceritakan apayang telah terjadi pada pertemuan beliau dengan Kyai Singoprono .
    Titah baginda”Para manggala dan prajurit, pukullah bende Kyai Bercak sebagai pertanda untuk melangsungkan maksud kita ini.
    Segera dipukul canang Kyai Bercak, tercenganglah semua yang mendengarkan, benda yang biasa berbunyi lantang bila dipukul , tetapi kali ini seolah-olah membisu bagaikan tempurung dipukul.
    Sabda Sultan lagi”Apabila Kyai bercak dipukul berbunyi lantang kulanjutkan perjalanan ini, tetapi apabila Kyai Bercak tidak berbunyi kubatalkan perjalanan saat ini.”
    Maka setelah canang dipukul lagi ternyata bende Kyai Bercak berbunyi tidak lantang, melainkan hanya berbunyi bagaikan harimau mengeram(Harimau=macan=Simo)
    Kemudian Sultan Trenggono melahirkan tafaulnya(kata –kata sebagai pertanda),Sabda beliau “Hai para prajurit, karena suara Kyai bercak hanya seperti geram harimau(swarane Kyai bercak kaya panggerenge Simo), maka tempat ditepi segaran ini , kelak apabila menjadi desa akan bernama desa Simo.


BAB XII
TEMPAT – TEMPAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN CERITA

  1. Dengan perasaan kecewa Sultan Trenggono membatalkan perjalanannya ke Pengging , semua pasukan dibawa kembali ke Demak , namun dalam hati beliau lebih merasa atas kesaktian Kyai Singoprono.Hingga sekarang banyak peziarah kemakam Singoprono untuk melepaskan cita-cita dalam hatinya.
 Makam itu disebut pasareyan Gunung Tugel disebelah selatan Simo.
 2.Tersebutlah suatu cerita , pada lain kesempatan baginda Raja Demak mengutus  seorang wali ialah Sunan Kudus , beliau bijaksana dalam ilmu-ilmu gaib, untuk menaklukkan Pengging.
Perjalanan Sunan Kudus mengikuti jejak perjalanan Raja Trenggono, maka Sunan kudus sampai pula ditempat segaran itu.Disitu dibuatlah suatu jembatan kecil(jawa=wot) untuk lewat.
Dibuatlah tonggak kayu dari pohon wungu , hingga sekarang tonggak itu masih hidup berupa pohon wungu, terdapat dihalaman R.Rono Atmodjo informan legenda ini.Orangpun menganggap keramat pohon itu, pernah pula untuk bertapa, demikian menurut pendapat masyarakat setempat.
3.Segaran itu sekarang sudah tidak ada lagi, karena oleh penduduk disekitarnya diusahakan  untuk dijadikan tempat tinggal.Diatas segaran itulah sekarang  dibangun sebuah gedung Kantor Pembantu Bupati untuk wilayah Simo, Kantor DPU , Kantor DEPDIKBUD dan Kantor Koramil Kecamatan Simo.
4. Pohon Duwet yang digunakan untuk menggantungkan sebuah bende sekarang masih hidup telah menjadi satu dengan pohon beringin terletak disebelah kanan gedung Pembantu Bupati untuk Wilayah Simo bagian belakang.
5.Perjalanan Sunan Kudus sebelum sampai ke segaran,pada Pegunungan Kendeng bagian atas miring keselatan konon akan bersembahyang sulit mendapatkan air, kemudian diketuklah pangkal tongkatnya, dibagian utara /bagian atas dianggapnya itu bagian kepala keluarlah mata air . Maka mata air itu disebut umbul Sirah  dan desanya dinamakan desa Sirah(kepala), terdapat lagi sumber mata air dibawah bagian selatan  karena air itu untuk sesuci, maka tempat itu sekarang merupakan desa yang disebut Sucen , terletak di sebelah utara Simo kira-kira 2 km.
Demikianlah legenda terjadinya Desa Simo yang hingga sekarang berusia kira-kira  4 abad , ternyata tidak ketinggalan berkembang mengikuti perkembangan zaman.

Sumber :
SUMUYUD-Jawa –30th
SUDARYANTO-Jawa-45th
KARIMIN-Jawa-38th
SUMARNO –Jawa-39th
RONOATMODJO-Jawa-90th(Pensiunan Lurah Pasar)

Comments